adzan sebelum sholat
Adzan Sebelum Shalat
A.
Perngertian Adzan
Adzan dari segi bahasa berarti pengumuman,
permakluman atau pemberitahuan. Sebagaimana ungkapan yang digunakan ayat
Al-Quran Al-Kariem berikut ini :
وَأَذَانٌ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الاكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ
بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ وَبَشِّرِ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat
manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas
diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu bertobat, maka bertaubat
itu lebih baik bagimu. dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada
orang-orang kafir siksa yang pedih.(QS.
At-Taubah : 3)
Selain itu, adzan juga bermakna seruan
atau panggilan. Makna ini digunakan ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diperintahkan
untuk memberitahukan kepada manusia untuk melakukan ibadah haji.
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ
بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ
عَمِيقٍ
Dan panggillah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh. (QS.
Al-Hajj : 27)
Sedangkan secara syariat, definisi
adzan adalah perkataan tertentu untuk memberitahukan masuknya waktu shalat yang
fardhu.[1]
Sedangkan dalam kitab Nailul
Authar disebutkan definisi adzan yaitu pengumuman atas waktu shalat dengan
lafaz-lafaz tertentu.
B.
Pensyariatan Adzan
Adzan disyariatkan dalam Islam atas dasar
dalil dari al-Quran, As-sunnah dan ijma` para ulama.
§ Dalil dari Al-Quran
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى
الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا
يَعْقِلُونَ
Dan apabila kamu menyeru untuk shalat, mereka menjadikannya buah
ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum
yang tidak mau mempergunakan akal. (QS.
Al-Maidah : 58)
§ Dalil dari sunnah :
وَعَنْ مَالِكِ بْنِ
الْحُوَيْرِثِ t قَالَ : قَالَ لَنَا اَلنَّبِيُّ r
وَإِذَا حَضَرَتِ اَلصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ أَخْرَجَهُ
اَلسَّبْعَةُ
Dari Malik bin Huwairits radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami,"Bila waktu shalat telah
tiba, hendaklah ada dari kamu yang beradzan".(HR.
Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ
بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ t قَالَ: طَافَ بِي -وَأَنَا نَائِمٌ- رَجُلٌ فَقَالَ: تَقُولُ:
"اَللَّهُ أَكْبَرَ اَللَّهِ أَكْبَرُ, فَذَكَرَ اَلاذَانَ - بِتَرْبِيع
اَلتَّكْبِيرِ بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ, وَالاقَامَةَ فُرَادَى, إِلاَّ قَدْ
قَامَتِ اَلصَّلاةُ - قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r
فَقَالَ: "إِنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ..."
Dari Abdullah bin Zaid bin
Abdirabbihi berkata,”Ada
seorang yang mengelilingiku dalam mimpi dan berseru : “Allahu akbar alahu
akbar”, dan (beliau) membacakan adzan dengan empat takbir tanpa tarji’, dan
iqamah dengan satu-satu, kecuali qad qamatishshalah”. Paginya Aku datangi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda,"Itu adalah mimpi yang
benar, Insya Allah. Pergilah kepada Bilal dan sampaikan apa yang kamu lihat
dalam mimpi. Sesungguhnya Bilal itu suaranya lebih terdengar dari
suaramu". (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Selain itu, adzan bukan hanya ditetapkan
hanya dengan mimpi sebagian shahabat saja, melainkan Rasululah shallallahu
‘alaihi wasallam juga diperlihatkan praktek adzan ketika beliau diisra`kan ke langit.
Dari al-Bazzar meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam diperlihatkan dan diperdengarkan kepadanya di malam Isra`
di atas 7 lapis langit. Kemudian Jibril memintanya maju untuk mengimami
penduduk langit, dimana disana ada Adam ‘alaihissalam dan Nuh
‘alaihissalam Maka Allah menyempurnakan kemuliaannya di antara para
penduduk langit dan bumi.
Namun hadits ini riwayatnya teramat lemah
dan gharib. Riwayat yang shahih adalah bahwa adzan pertama kali berkumandang di
Madinah sebagaimana hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Muslim.
C. Keutamaan Adzan
Adzan memiliki keutamaan yang besar
sehingga andai saja orang-orang tahu keutamaan pahala yang didapat dari
mengumandangkan Adzan, pastilah orang-orang akan berebutan. Bahkan kalau berlu
mereka melakukan undian untuk sekedar bisa mendapatkan kemuliaan itu. Hal itu
atas dasar hadits nabi shallallahu
‘alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ tأَنَّ رَسُوْلَ اللهِ rقَالَ لَوْ يَعْلَمُ
النَّاسُ مَا فيِ الاآذَانِ وَالصَّفِ الأَوَّلِ ثُمَّ لمَ ْيَجِدُوا إِلاَّ أَنْ
يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا رواه البخاري وغيره
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,"Seandainya orang-orang tahu keutamaan adzan dan
berdiri di barisan pertama shalat (shaff), dimana mereka tidak bisa
mendapatkannya kecuali harus mengundi, pastilah mereka mengundinya di antara
mereka.."(HR. Bukhari)
Selain itu, ada keterangan yang
menyebutkan bahwa nanti di akhirat, orang yang mengumandangkan adzan adalah
orang yang mendapatkan keutamaan dan kelebihan. Di dalam hadits lainnya
disebutkan :
عَنْ مُعَاوِيَةَ t
أَنَّ النّبِيَّ rقَالَ: إِنَّ المُؤَذِّنِيْنَ
أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ القِيَامَةِ رواه أحمد ومسلم وابن
ماجه
Dari Muawiyah radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Orang yang
adzan (muazzin) adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat".
(HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)
Bahkan menurut Asy-syafi`iyah dan
Al-Hanabilah, menjadi muazzin (orang yang mengumandangkan adzan) lebih tinggi
kedudukannya dari pada imam shalat. Dalilnya adalah ayat Quran berikut ini :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً ِمَّنْ
دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang menyerah diri?"(QS.
Fushshilat : 33)
Menurut mereka, makna dari menyeru kepada
Allah di dalam ayat ini adalah mengumandangkan adzan. Berarti kedudukan mereka
paling tinggi dibandingkan yang lain.
Namun pendapat sebaliknya datang dari Al-Hanafiyah,
dimana mereka mengatakan bahwa kedudukan imam shalat lebih utama dari pada
kedudukan orang yang mengumandangkan Adzan. Alasannya adalah bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para khulafaur-rasyidin
dahulu adalah imam shalat dan bukan orang yang mengumandangkan adzan (muadzdzin).
Jadi masuk akal bila kedudukan seorang imam shalat lebih tinggi dari kedudukan
seorang muadzdzin.
D. Hukum Adzan
Hukum adzan menurut jumhur ulama selain
al-Hanabilah adalah sunnah muakkadah, yaitu bagi laki-laki yang dikerjakan di masjid
untuk shalat wajib 5 waktu dan juga shalat Jumat.[2]
Sedangkan selain untuk shalat tersebut,
tidak disunnahkan untuk mengumandangkan adzan, misalnya shalat Iedul Fithri,
shalat Iedul Adha, shalat tarawih, shalat jenazah, shalat gerhana dan lainnya.
Sebagai gantinya digunakan seruan dengan lafaz "Ash-shalatu jamiatan"
(الصلاة جامعة). Sebagaimana dijelaskan
di dalam hadits berikut :
Dari Abdullah bin Amru
radhiyallahu ‘anhu bahwa telah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kepada orang-orang diserukan :
"Ash-shalatu Jami`atan".(HR.
Bukhari dan Muslim)
Sedangkan bagi jamaah shalat wanita, yang
dianjurkan hanyalah iqamat saja tanpa adzan menurut As-Syafi`iyah dan
Al-Malikiyah. Oleh sebab untuk menghindari fitnah dengan suara adzan wanita.
Bahkan iqamat pun dimakruhkan oleh al-Hanafiyah.
E. Syarat Adzan
Untuk dibenarkannya adzan, maka ada
beberapa syarat yang harus terpenuhi sebelumnya. Diantara syarat-syarat adzan adalah
:
a. Telah
masuk waktu shalat
Bila seseorang mengumandangkan adzan sebelum
masuk waktu shalat, maka Adzannya itu haram hukumnya sebagaimana telah
disepakati oleh para ulama. Dan bila nanti waktu shalat tiba, harus diulang
lagi Adzannya.
Kecuali adzan shubuh yang memang pernah
dilakukan 2 kali di masa Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam. adzan yang
pertama sebelum masuk waktu shubuh, yaitu pada 1/6 malam yang terakhir. Dan
adzan yang kedua adalah adzan yang menandakan masuknya waktu shubuh. Yaitu pada
saat fajar shadiq sudah menjelang.
b. Harus
dengan bahasa arab
Adzan yang dikumandangkan dalam bahasa
selain arab tidak sah. Sebab adzan adalah praktek ibadah yang bersifat
ritual, bukan semata-mata panggilan atau menandakan masuknya waktu shalat.
c. Dilakukan
oleh satu orang
Bila adzan dilakukan dengan cara sambung
menyambung antara satu orang dengan orang lainnya dengan cara bergantian, maka
hal itu tidak sah. Sedangkan mengumandangkan adzan dengan beberapa suara vokal
secara berberengan, dibolehkan hukumnya dan tidak dimakruhkan sebagaimana
dikatakan Ibnu Abidin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Bani Umayyah.
d. Yang
mengumandangkannya harus seorang muslim, laki-laki, akil dan baligh.
Adzan tidak sah bila dikumandangkan
oleh non muslim, wanita, orang tidak waras atau anak kecil. Sebab mereka semua
bukan orang yang punya beban ibadah.
Bahkan Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa
orang itu tidak boleh fasik, bila sudah terjadi maka harus diulangi oleh orang
lain yang tidak fasik. Al-Malikiyah mengatakan bahwa dia harus adil.
e. Harus
tertib lafaznya
Tidak boleh terbolak balik dalam
mengumandangkan Adzan. Namun para ulama sepakat bahwa untuk mengumandangkan
adzan tidak disyaratkan harus punya wudhu` juga tidak diharuskan menghadap
kiblat, juga tidak diharuskan berdiri. Hukum semua itu hanya sunnah saja, tidak
menjadi syarat sahnya adzan.
Disunnahkan orang yang mengumandangkan
adzan juga orang yang mengumandangkan iqamat. Namun bukan menjadi keharusan
yang mutlak, lantaran di masa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam,
Bilal radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan adzan dan yang mengumandangkan iqamat
adalah Abdullah bin Zaid, shahabat Nabi yang pernah bermimpi tentang adzan.
Dan hal itu dilakukan atas perintah nabi juga. [3]
F. Sunnah Adzan
Hal-hal yang disunnahkan dalam masalah
adzan adalah berikut ini :
a. Yang mengumandangkan adzan dianjurkan orang
yang bersuara lantang dan bagus. Juga merupakan orang yang shalih, terpercaya,
mengetahui waktu-waktu shalat dengan baik dan sudah akil baligh.
b. Dilakukan di tempat yang tinggi dekat masjid
agar bisa lebih jauh terdengar.
c. Dilakukan dengan berdiri dan dalam kondisi
berwudhu`. Juga dianjurkan untuk meletakkan jarinya di telinganya agar kuat
bersuara lantang. Juga disunnahkan menghadap ke kiblat kecuali pada lafaz Hayya
`alash shalah dan hayya `alal falah, disunnahkan untuk memalingkan badan ke
kanan dan ke kiri tanpa menggeser kakinya. Dalilnya adalah hadits berikut ini :
وَعَنْ أَبِي
جُحَيْفَةَ t قَالَ: رَأَيْتُ بِلالاً يُؤَذِّنُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا
وَهَاهُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ رَوَاهُ أَحْمَدُ
وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
Dari Abi Juhaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,"Aku melihat
Bilal mengumandangkan adzan dan mulutnya ke kanan dan ke sana dan kesini dan kedua jarinya berada pada
kedua telinganya."(HR. Ahmad dan Tirmizy)
وَلابْنِ مَاجَهْ:
وَجَعَلَ إِصْبَعَيْهِ فِي أُذُنَيْه
Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan : Dan dia meletakkan jarinya
berada pada telinganya.
وَلأَبِي دَاوُدَ:
لَوَى عُنُقَهُ, لَمَّا بَلَغَ "حَيَّ عَلَى اَلصّلاةِ " يَمِينًا
وَشِمَالاً وَلَمْ يَسْتَدِرْ وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan : beliau memalingkan lehernya
ketika mengucapkan Hayya `alash shalah ke kanan dan ke kiri tapi tidak
berputar.
d. Dilakukan di awal waktu shalat sehingga orang-orang bisa
melakukan shalat lebih awal.
G. Adzan Selain
untuk Shalat
Dr. Wahbah Az-Zuhaily, ulama kontemporer
abad 20 menuliskan dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami Wa Adillathu[4] bahwa
selain digunakan untuk shalat, adzan juga dikumandangkan pada beberapa even
kejadian lainnya, seperti :
a. Adzan untuk bayi yang baru lahir, yaitu pada
telinga kanan dan iqamat dikumandangkan pada telinga kirinya.
b. Pada waktu terjadi kebakaran
c. Pada waktu terjadi peperangan
d. Juga adzan dikumandangkan pada seseorang yang
terkena pengaruh jin dan syetan (kesurupan). Sebab syetan akan lari bila
mendengar suara Adzan.
e. Juga dikumandangkan di bagian belakang orang
yang akan bepergian (musafir).
Namun menurut pendapat mazhab Asy-Syafi`i
yang muktamad, adzan tidak disunnahkan ketika memasukkan mayat ke dalam
kuburnya. Ini berbeda dengan praktek umumnya masyarakat di negeri ini yang
melakukan pendapat Asy-Syafiiyah yang tidak muktamad.□
[1] Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 133
[2] Lihat kitab Al-Muhgny jilid 1 halaman 403, kitab Kasysyaf Al-Qanna`
jilid 1 halaman 267, kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 138
[3] Lihat kitab Nailul Authar jijlid 2 halaman 57, kitab Subulus Salam
jilid 1 halaman 129, kitab Al-Mughny jilid 1 halaman 415-416
[4] Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 1 halaman 720-721
Tidak ada komentar:
Posting Komentar