pendidikan

pendidikan menurut abdullah nasih 'ulwan

A. BIOGRAFI ABDULLAH NASIH ‘ULWAN Syeikh Abdullah Nasih `Ulwan, dilahirkan di Kota Halb; Syria pada tahun 1928. Beliau menyelesaikan pengajian ibtidaiyyahnya pada tahun 1943 dan thanawiyyah syar'iyyah pada tahun 1949. Kemudian beliau berangkat ke Mesir dan menuntut di Al-Azhar Asy-Syarif. Beliau memperoleh darjah `alamiyah dari Fakulti Usuluddin pada tahun 1952. Kemudian beliau meneruskan Dirasat `Ulya untuk memperolehi syahadah ilmiyyah dalam bidang `tarbiyyah'. Beliau adalah seorang yang bergiat cergas dalam gerakan Islam, mengabdikan diri untuk dakwah dan ber¬gabung dengan lkhwan Muslimun. Beliau berhubung erat dengan Asy-Syahid Abdul Qadir `Audah, Sayyid Qutb dan Al-Ustaz Abdul Badi' Shaqar (Rahimahumullah Jami'an). Di dalam penjara, beliau menyelesaikan pengajiannya dan memperolehi syahadah tinggi dalam bidang pengajaran pada tahun 1954, iaitu sebelum dibuang ke Syria. Beliau bertugas sebagai guru di Thanawiyyah Halb sambil mengajar di Masjid `Umar Ibn Abdul-Aziz. Ketika tekanan kerajaan semakin keras terhadap kaum Muslimin di Syria, beliau berhijrah ke Jordan pada tahun 1400H (bersamaan 1979M), kemudian ke Arab Saudi dan bertugas di Universiti Al-Malik Abdul Aziz di Jeddah. Beliau menyelesaikan PH.Dnya dalam `Syari`ah Islamiyyah di `Universiti Sind' di Pakistan pada tahun 1404H. Tesis beliau bertajuk “FIQH AD-DAKWAH AD-DA'IYYAH” Dunia Islam merasa kehilangan salah seorang `ulama' dan da'i yang mukhlis ketika Syeikh Abdullah Nasih `Ulwan kembali ke Rahmatullah setelah diserang penyakit selama tiga tahun. Beliau meninggal dunia pada pagi hari Sabtu 5 Muharram 1408 H bersamaan 29hb. Ogos, 1987 di Jeddah dan dimakamkan di Makkah Al-Mukarramah. Beliau meninggalkan sebanyak 43 karangan untuk umat Islam (dan arena Pendidikan dan Ilmu Islam). Sama-samalah kita ucapkan: ‘Inna Lillahi Wa-Inna Ilaihi Raji’un’. B. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABDULLAH NASIH ‘ULWAN Pendidikan anak menurut Abdullah Nasih ‘Ulwan ada lima metode : 1). Pendidikan dengan keteladanan Pendidikan dengan keteladanan sangat membekas kepada anak untuk mempersiapkan atau mendidik akhlaq, diri dan sosial masyarakat anak. Guru adalah contoh yang mulia yang dilihat oleh peserta didik jadi uswah yang baik kepada anak akan ditiru dalam tingkah laku sampai akhirnya menjadi tabi’at anak disadari atau tidak Dengan demikian, keteladanan merupakan amalan yang besar dalam baiknya anak atau rusaknya. Maka jika seorang guru orang yang jujur, yang terpercaya, berakhlaq mulia, pemberani, menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat maka anak didik juga akan menjadi orang yang jujur, amanah, berakhlaq yang mulia, pemberani, dan menjauhkan diri dari yang syubhat. Akan tetapi jika adanya seorang guru itu pembohong, penghianat, bakhil, penakut, maka anak didik juga akan bersifat demikian. Dalam keteladanan Allah telah menjadikan Nabi Muhammad sebagai uswah yang baik sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab:21 : لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21 ( 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Dan Allah telah menjadikan didalam diri nabi Muhammad bentuk yang sempurna sebagai manhaj dalam islam dan ikutan yang sempurnah. Akhlaq Rasulullah terkandung dalam Al-Qur’an sebagaimana perkataan ‘Aisyah.. Nabi telah mencontohkan semua sifatnya sejak kecil dimana beliau telah dijuluki Al-Amin, Fathonah, Tabliq, Shiddiq dan mendapat gelar Ulul Azmi. Sungguh rasulullah telah mencontohkan keteladanan dalam banyak hal, diantaranya: keteladanan beribadah, keteladanan dalam akhlaq, kemuliaan, zuhud, tawadhu’, kasih sayang, kekuatan jazad, keberanian, kesabaran dan lain-lain. Jadi orang tua, guru harus memberikan contoh yang baik kepada para anak-anak agar menjadi kebiasaan akhlaqnya dengan akhlaq islam sebagaiman di contohkan oleh rasulullah. Pendidikan melalui keteladanan dibutuhkan dari keteladanan orang tua, teman yang baik, para guru, dan saudara yang besar. Inilah pendidikan amalan yang agung yang membekas mengantarkan kebaikan anak, petunjuknya dan persiapan anak di masyarakat dan kehidupan yang akan datang. Jadi hendaklah bagi orang tua mempersaiapkan sekolah yang bagus untuk anaknya, teman yang baik, perkumpulan yang baik agar anak memperoleh pendidikan iman, pendidikan akhlaq, pendidikan jasmani, pendidikan rohani, dan pendidikan aqal atau mental. Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum terbentuk. Orang tuanya merupakan arsitek atau pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain, sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut. Rasa imajinasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya. Sekali orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak dalam membentuk pribadinya. 2). Pendidikan dengan adat kebiasaan. Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah. عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مامن مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه وينصّرانه ويمجّسـانه –(رواه مســلم)– Artinya : “Dari Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim). Dari hadits ini dijelaskan apabila kedua orang tua yang muslim dan sholeh membiasakan dan memahamkan pada anak tentang titik permulaan iman dan islam maka anak tersebut akan menjadi besar dengan aqidah iman dan islam menjadi kebiasaan. Pendidikan lingkungan yang baik sangat besar pengaruhnya didalam mendidik seorang muslim didalam kebaikan dan ketaqwaan dan menjadikan kepada seorang muslim pondasi iman, aqidah, dan akhlaq yang mulia. Dan adapun pendapat failosofi bahwa ‘manusia dilahirkan ditentukan dengan kabaikan dan ada yang di tentukan dengan kejelekan dan bahwasanya yang dilahirkan dalam keadaan baik tidak mungkin berubah menjadi buruk dan orang yang dilahirkan dalam keadaan buruk tidak mungkin berubah menjadi baik’ ini adalah pemahaman yang salah yang membinasakan yang tidak bisa diterima secara syar’i, aqal dan pengujian. Dan hendaklah guru membedakan didalam mendidik seseorang, dan memperbaiki akhlaqnya sesuai dengan umurnya yang besar dan yang kecil. Maka bagi yang dewasa atau besar ada cara-cara tersendiri begitupun dengan yang kecil memiliki cara atau metode tersendiri. Maka adapun metode atau cara mendidik orang yang telah baliq berpegang kepada tiga perkara yang mendasar: (1) mengikat aqidah (2) melepaskan keburukan (3) merubah kebiasaan, sedangkan cara untuk anak kecil berpagang pada dua perkara yang mendasar (1) Talqin yaitu teori didalam mendidik, (2) pembiasaan yaitu dari sisi praktek atas teori. 3). Pendidikan dengan Nasihat Salah satu dari jalan yang penting untuk menanamkan iman pada diri anak dan mempersiapkan akhlaq, rohani dan sosial masyarakat anak adalah pendidikan dengan caara nasihat, dan memperingatkan dengan nasihat. Pendidikan dengan nasihat tidak boleh lepas dari petunjuk Al-Qur’an, karna dalam Al-Qur’an telah dicontohkan jalan atau cara memberi nasihat, diantaranya: 1. Seruan yang merendah, yang disertai dengan belas kasihan dan pengingkaran, metode memberi isyarat yang membekas pada perasaan dan berkesannya orang yang menyampaikan dalam hati. Hal ini telah dicontohkan dalam Al-Qur’an yang mana para nabi menggunakannya, untuk menyeru para anak-anak, para wanita, kaum, orang-orang mukmin, ahlu kitab dan kepada manusia seluruhnya. Contoh ayat yang menyeru anak-anak, sebagaimana nabi Ya’qub menyeruh Yusuf A.S قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ (5) 5. Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." 2. Metode Bercerita yang Disertai dengan ‘Ibrah dan Nasehat, metode ini memberikan bekas dalam jiwa dan bertabiat yang cerdas atau aqal dan terbukti secara ucapan dan aqal pikiran. Dan sungguh telah dipakai dalam Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah. نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآَنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ (3) Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. 3. Petunjuk Al-Qur’an yang disertai dengan wasiyyat dan nasehat, al-qur’an sangat kaya dengan ayat-ayat yang disertai dengan wasiyyat dan nas-nas yang disertai dengan nasehat yang membawa kepada mamfaat agamanya, dunianya dan akhiratnya.Sebagai contoh dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 177. Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik. Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata–kata atau nasihat harus diulang–ulang. Nasihat akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu memberikan keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ( 2) : 44 . اَتَأْمُرُونَ الـنَّاسَ بِالْبِرِّ وَتـَنْسَوْنَ اَنـْفُسَـكُمْ وَاَنـْتـُمْ تـَتْلُوْنَ الْكِـتَابَ قلى أفَلاَ تـَعْقِلُوْنَ –(البقرة:44)- Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir ? (Q.S al-Baqarah : 44) 4). Pendidikan dengan Perhatian Sebagai orangtua atau pendidik berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah anak ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya. Dan dalam Al-Qur’an dijelaskan surah At-Tahrim : 6, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6) 6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Dari ayat ini menjelaskan seorang murabbi menjaga diri dan keluarganya serta dari api neraka, maka bagaimana seorang menjaga keluarga dan anak-anaknya jika tidak menyuruh mereka melakukan kebaikan dan melarangnya terhadap yang dilarang oleh Allah serta mengawasi dan memperhatikan mereka. Ali r.a menjelaskan ayat ini behwa “didiklah mereka dan ajarilah mereka”, dan Umar r.a menjelaskan bahwa “laranglah mereka dari apa yang telah dilarang Allah kepada kalian dan perintahkanlah mereka terhadap apa yang diperintahkan Allah kepada kalian maka demikian itu sebagai penjaga kalian dari api neraka. Dan Rasulullah telah banyak mencontohkan dengan memperhatikan dan mengawsi pendidikan sosial, memperingatkan yang haram, mendidik anak-anak, memberi petunjuk orang dewasa, mendidik tabiat, mendidik jiwa dan rohani, berdakwah, mengangkat derajat kaum wanita dan lain-lain. Dan sebahagian perkara yang wajib di ketahui oleh Murabbi bahwa pendidikan dengan perhatian ini tidak cukup melalui satu arah atau dua arah akan tetapi harus melalui banyak arah didalam memperbaiki jiwa manusia yang akan mengantarkan kepada seorang muslim yng sempurnah yang menempatkan sesuatu pada tempatnya didunia ini. Dan arah-arah yang harus diperhatikan murabbi adalah arah, imaniyyah, aqliyyah, khuluqiyyah, jismiyyah, nafsiyyah dan ijtima’iyyah. 1) Arah Imaniyyah terhadap anak • Murabbi memperhatikan apa yang diterima anak dari dasar tauhid, fikiran dan aqidah. • Murabbi memperhatikan bahan bacaan anak dari buku, majallah dan surat kabar. • Murabbi memperhatikan sahabat, teman dan golongan anak bergaul. 2) Arah akhlaq pada anak • Murabbi memperhatikan kejujuran pada anak • Murabbi memperhatikan amanah pada anak • Murabbi memperhatikan hifzdul lizan anak • Murabbi memperhatikan keinginan dan kecenderungan nafsu anak 3) Arah aqal dan ilmu pengetahuaan pada anak • Murabbi memperhatikan pencapaian ilmu pengetahuan anak baik yang fardu ‘ain maupun kifayah • Murabbi memperhatikan kesadaran fikiran anak yang harus diikat dengan Islam. 4) Arah jismiyyah • Murabbi memperhatikan nafkah yang wajib atas anak dari makanan yang baik, tempat tinggal dan baju. • Memperhatikan dasar kesehatan yang telah diperintahkan oleh islam dari makan dan minum • Murabbi menjauh dari anak jika terkena penyakit yang menular • Murabbi memperhatikan segala yang menyehatkan tubuh 5) Arah nafsiyyah • Murabbi memperhatikan rasa malu anak • Murabbi memperhatikan rasa takut anak • Murabbi memperhatikan anak merasa kekurangan • Murabbi memperhatikan rasa marah anak 6) Arah sosial • Murabbi memperhatikan anak didalam menunaikan kewajibannya terhadap yang lain • Murabbi memperhatikan anak terhadaf adab sosial terhadap yang lain. 5). Pendidikan dengan memberikan hukuman Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar. metode memberikan hukuman kepada anak adalah : a. Menghukum anak dengan lemah lembut dan kasih sayang. b. Menjaga tabiat anak yang salah. c. Membagi dalam tingkatan persoalan dari yang kecil sampai yang besar Rasulullah saw memberikan petunjuk cara penyelesaian kalau anak berbuat kesalahan : 1. Tunjukanlah kesalahan itu dengan arahan yang jelas maksudnya (Taujih). 2. Tunjukanlah kesalahan dengan lemah lembut, dari mulai cara memanggil anak dan bicaralah dengan tegas dan tidak berkata kasar. 3. Tunjukanlah kesalahan dengan isyarat yang menunjukan kesalahan tidak selamanya harus bicara dengan isyarat mungkin itu cukup. 4. Tunjukanlah kesalahan dengan menjelaskan kejelekan-kejelekan apa yang dilakukannya. 5. Tunjukan kepada anak didik, siksaan-siksaan apa saja yang akan dialami kalau berbuat kesalahan. 6. Tunjukanlah kesalahan dengan cara memukulnya, dan ini cara terakhir setelah jalan-jalan yang sebelumnya, dan tidak boleh memukul dalam keadaan marah, dan tidak memukul yang membahayakan,dan anak dibawah umur sepuluh tahun hendaklah tidak memukulnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar